|
di salah satu sudut Bhaktapur Durbar Square |
Selamat
Subuh !
Kita
cepet-cepet bangun, meski dingin, wudhu, sholat subuh, pake sepatu, double
jacket, naik tangga. Bunda Asma udah ready dengan tripod dan kameranya. Motoin
langit yang masih menyisakan bintang. Meski sudah subuh, langit masih gelap
pekat. Aku ga sanggup. Dingin memaksa menutup lensa kamera dan duduk dipojokan
teras nugguin sunrise. Nunggu penampakan Himalaya !
|
Anteng nunggu, suhunya gigit-gigit manja |
Perlahan
bumi bagian Nagarkot berotasi kearah timur. Langit mulai membiru. Teras mulai
dipenuhi turis-turis lainnya. Samar-samar, pandangan terfokus pada pegunungan
Annapurna dibagian barat sampai megahnya Everest dibagian timur. Meski jauh dan
tak tergapai, pemandangan paling menawan ketika sunrise menghamburkan cahayanya
dipucuk-pucuk Himalaya. Bagai di nirwana, menatap ke lembah yang diselimuti
awan lembut seperti mengalir menuju takdirnya. Mendongak melihat langit
keemasan dan awan-awan yang menggumpal. Melihat sejajar pun berhiaskan jejeran
gunung tertinggi di dunia. Dan menikmati momen indah itu bersama keluarga
Jilbab Traveler juga Bhikram. Berkah Tuhan yang tak bisa didustakan. Ya,
sejenak ada haru. Pengorbanan buat nyampe sini ga sia-sia. Terbayar. Terganti.
Meski ke depannya gimana, saat ini benar-benar khidmat berbicara dengan hati
untuk berterima kasih untuk tetap memperjuangkan trip ini.
|
Jejeran Pucuk-pucuk dunia |
|
Get Closer |
|
Morning Talk |
|
Bunda Asma Nadia |
Memang
tak akan pernah puas. Setelah melihat kemegahannya dari jauh, semakin ingin
mendekatinya lebih dekat, sangat dekat. Dan lagi I've never touched the snow. I
want it badly ! I’ll be there ! Semoga semesta mengaamiini. (Kemudian setelah
nonton film Everest, liat pendakian yang mati-matian, rada ngeri, yaudah nyampe
basecamp terdekat aja ga papa ya Allah).
|
Breakfast Gemes |
Gak
kerasa sudah setengah delapan pagi. Breakfast time ! yup, menunya bukan bubur
bandung, melainkan osengan kentang, pancake tembem, roti bakar atos with butter
n jam, macam bubur kacang ijo tapi bukan, minumnya jus papaya. Sarapan sehat.
Sambil ngobrol di meja memanjang, ngunyah pancake nya ga abis-abis. Terus
dikasih tambahan oseng kentang sama bunda Asma. Alhasil cukup enek sama namanya
kentang. Hahahaa sampe keinget kembali rasa osengannya. I think di sini lah
lahir foto paporit selama di Nepal. This one ! Just feel like a family…. Credit
foto by Zaki.
|
Sarapan ke-2 |
Sekitar
jam 10an kita meninggalkan Nagarkot dan kenangannya. Bersiap meluncur turun
yang mana kanan tebing kiri jurang. Berliku. Ya, semacam representasi dari
kehidupan itu sendiri. Perjalanan kembali ke Kathmandu searasa singkat. Satu
jam kemudian kita sudah nyampe di destinasi berikutnya.
Bhaktapur
Durbar Square !
Salah satu dari tiga Kuadrat Durbar di Lembah Kathmandu di Nepal, yang
semuanya termasuk sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Bhaktapur Durbar
Square terletak di kota saat Bhaktapur dikenal sebagai Bhadgoan, yang terletak 13 km sebelah timur dari Kathmandu. Sementara
kompleks terdiri dari empat kotak yang berbeda (Durbar Square, Taumadhi Square,
Dattatreya Square dan Pottery Square) (Wikipedia).
|
Pintu Masuk ke Bhaktapur Durbar Square |
Wow…..
Heritage place…. Yup karena Bhaktapur cukup luas dan jalan panjang membentang.
Tiket masuknya lumayan banget, 1500 rupeesss….. Hampir $15. Banyak counter
masuknya, kita sih masuknya lewat macam gang kecil ya muat satu mobil,
jalanannya susunan batu bata merah. Mungkin, melihat dipeta, kita masuk lewat
Kamalbinayak Counter. Ada penjual gorengan, macam donat goreng. Rasanya pun
similar ama roti bantal di sini. Terus, ada anak high school gitu baru pulang
sekolah, me ama idat antara pengen foto tapi malu-malu. Dan cekrek. (BTW,
Karena hape ini merk ga ternama, dan nyesel juga ga HD foto-foto yaa so absurd
hasilnya). Salah satu dari mereka menawarkan untuk mampir ke tokonya di dalam
sana, in english aksen Nepali, Oh I miss it !
|
Credit foto : Zaki |
|
Credit foto : Zaki |
|
Cheeeeese.... |
Jalan
kaki santai mengarah ke Duttatraya Square. And again, entah ga moto atau moto
tapi pake kamera siapa, pas cek difolder, again ga ada. Aaah…. Emang penyakitku
sih kalau lagi jalan, panas, jadi males pegang kamera. Sekarang nyesel. Atau mungkin
pertanda buat balik lagi ? Hmm…. Banyak tempat yang kita lewatin tanpa tau
namanya padahal ada dibrosur yang aku taroh dalam tas. Jadi baru disadari
ternyata lagi-lagi tak terdokumentasikan. Yang ada hanya foto-foto random yang
dibuang sayang.
|
Widat on Action, credit foto : Zaki |
|
The others corner |
|
On The Way |
|
Bang beli sayur Bang ! |
|
Belokan Manis |
Jalanan
mengecil dan mengarah ke kiri. Disini aku ingat difotoin bunda Asma terus
gantian ama ka Siska. Sepanjang jalan ini kiri kanannya jualan souvenir, dari
bendera mantra, postcard, pernak-pernik Nepal lainnya. Ya, tempat ini memorable
banget dengan alunan suara Snatam Kaur, “Guru ram das”…. Menyihir dan cukup
bikin merinding pertama kali mendengar, karena seling beberapa toko memutar
lagu yang sama. Ka murni membeli satu cd album dari Snatam Kaur. Dan setelah
itu ka Murni dan ka Siska menghilang. Kita sadarnya dipersimpangan pasar menuju
Durbar Square.
|
Souvenir bertuliskan Mantra |
|
Ketemu ! Toko anak High School tadi |
|
Ka Murni (Kuning) Sebelum hilang.... |
|
Rombongan siaga |
|
The CD, credit foto : WA Ka Murni |
Wajah
panik Bhikram bolak-balik nyari mereka. Kita ngelanjutin jalan sampai Durbar
Square. Duduk jejer dipelataran sambil nunggu Bhikram balik. Yang juga ternyata
belum ketemu. Magically, ada telepon masuk ke handphone bunda Asma dari nomor
lokal. Yaaa ! Alhamdulillah, itu telepon dari ka Murni dan ka Siska. Wajah
Bhikram kembali berseri…… Dan disanalah kita foto bareng pake spanduk gede. Dan
juga ternyata aku cuma punya foto di Fasidege Temple ini.
|
Assalamualaikum....... |
|
Menuju parkiran van, credit foto : Zaki |
Sebenarnya
banyak yang ke skip di Bhaktapur Durbar Square dikarenakan yang tempatnya luas
sangat dan ada dua destinasi lagi yang harus dikunjungi. Sedangkan waktu
semakin cepat berlalu, sudah lewat jam 1 siang.
Kita pun melanjutkan langkah ke parkiran van menuju tempat Lunch. Yang seinget
aku sih di semacam restoran Hotel. Tempatnya enak. Again, no photo. Disini kita
sekalian numpang sholat, dikasih tempat di meeting roomnya Hotel. Yang
kebetulan akanada rapat jam 2. Yaaaa….. kebetulan setelah sholat kita harus
ngelewati dewan-dewan Hotel yang sedang rapat serius. Sekali lagi, keuntungan
jalan berombongan, ditanggung bareng-bareng. Thank youuuuu…….mister.
(sebenernya
mau nulis makan apa disini, tapi keburu lupa, setahun yang lalu soalnya)
Naik van lagi ! Turun lagi ! Ya, karena ada money changer di
depan Hotelnya. SO Funny kekekekek… Urusan tuker uang selesai, naik van !
Seeeeeeeeeeeert ! Berhenti, dan turun lagi ! Ya, karena sudah sampai di
Pashupatinath. Kuil Pashupatinath (Bahasa Nepali:
पशुपतिनाथको मन्दिर) adalah salah satu kuil Hindu Siwa yang paling signifikan di dunia,
terletak di tepi Sungai Bagmati di bagian timur Kathmandu, ibukota di Nepal. Kuil ini tercantum
dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. Juga sebagai
salah satu dari 275 Paadal Petra Sthalam. Hanya
umat Hindu yang diperbolehkan untuk memasuki kuil.
Pengunjung non-Hindu diperbolehkan untuk melihat kuil dari tepi lain di sungai
Bagmati. Kuil ini dianggap sebagai yang paling kudus di antara kuil-kuil Tuhan Siwa (Pashupati). Ada juga situs kremasi Bhasmeshvar Ghat untuk orang-orang yang
telah wafat (Wikipedia). Kebetulan pas kita lewat sedang ada proses kremasi. Keluarga
yang berduka menggunakan pakaian serba putih dan ada semacam penjara dengan terali
besi untuk tempat berduka.
|
Sepanjang Sungai Bagmati |
|
Penjelasan, credit foto : Zaki |
|
Sisi Kanan |
Di
pinggiran Sungai Bagmati, nampak deretan kuil Siwa yang sejajar garis lurus.
Didalam setiap kuil yang terbuka dengan jendela melengkung terdapat lingga-yoni
yang merupakan lambang Dewa Siwa. Banyak Shadu (Holy Man) duduk-duduk
disekitarnya. Tapi jangan sembarangan ambil foto mereka, mesti ada imbalan
dulu, minimal 100 rupees. Kita lanjut naik tangga keatas dan cekkkkrek. Bhikram
ngetawain, dia bilang disana biasanya yang nangkring monyet-monyet, ngapain
foto disitu sihhh… HAhahaa…. Pantes diliatin orang-orang. Untung fotonya
rombongan…Hufttt….. Waktu semakin bergulir cepat, Bhikram mengingatkan masih
ada satu destinasi lagi setelah ini. Yup, lanjut.
|
Pose Namaste, credit foto : Zaki |
|
Bunda Asma dan Leretan Kuil Siwa, credit foto : Zaki |
|
Lingga-yoni |
Diseberang
kuil-kuil Siwa, berdiri gagah Pashupati Temple. Kita serombongan menyeberangi
Sungai Bagmati menuju kuil utama. Ya, lagi-lagi karena malas membidikan lensa
kamera, terlalu banyak foto-foto random. Jujur, susah untuk mengingat kembali
perjalanan 13 bulan yang lalu ini. Yang paling aku ingat cuma rasa senangnya
saja. Di depan gerbang kuil utama, I’m so excited mendengar genderang gendang,
entah nyanyian atau pujian. Kemudian, kita jalan lurus dan berbelok kearah
kanan. Ada peringatan untuk melepas alas kaki. Karena non-Hindu, kita hanya
diperbolehkan sampai depan pintu masuk kuil nya saja. Banyak sapi berlenggok
molek disekitaran sini, dan aura sapinya nampak berbeda. So adorable.
Berkejaran dengan waktu, tak lama mengkontemplasi hewan suci ini berlalu
lalang, saatnya buka spanduk, berjejer, senyum, jepret.
|
Pashupati Temple dari seberang |
|
Diantara Sungai Bagmati |
|
Melintasi Jembatan |
|
Pintu Masuk |
|
Keep moving, go to straight |
|
Not ready, credit foto : WA grup JT Nepal |
|
EXIT |
Betul
saja, sudah jam 16.00 lewat. Bhikram sudah mulai gelisah karena molor dari
jadwalnya. Meski rada bete, dia tetap tabah memberi aba-aba menuju tempat
parkir untuk segera cuuus ke Boudhanath ! Kunjungan terakhir hari ini…
Cukup
amaze, dengan jalanan kota ini. Tak seberapa lama, van kami memasuki area
parking. Sebenernya waktu itu, aku benar-benar ga prepare tentang “apa saja
yang ada di Nepal” karena fokus nyari duit (nyezzz). Karena ikut tour jadinya
semua sudah terjadwal dan terakomodir dengan baik, I’m so heboh sendiri ketika
van berhenti disuatu tempat. Semacam mendapat kejutan-kejutan, diajak ke
tempat-tempat yang sama sekali belum kuketahui (mencari tahu). Dari parkiran, kita
masuk ke sebuah bangunan, naik tangga dua lantai, lorong-lorong gelap berlantai
kayu, dan keluar disambut lilitan kabel listrik yang hampir nyangkut dikepala.
Yup, aku masih bertanya-tanya. Kemanaaa lagi siiiih ?
|
This is Art of Kabel Listrik |
|
Welcome Gate |
Selanjutnya,
dengan hiruk pikuk jalanan, kita nyeberang ngikutin Bhikram dan berhenti
didepan pintu masuk (yang aku sendiri ga sadar ada pintu masuk). Bhikram
menjelaskan harga tiket 200 rupees untuk naik ke Boudhanath, dan yang milih
skip boleh nunggu disekitarannya yang banyak café-café mungil. Setelah tiket
sudah ditangan, ga semua naik, Ka Tati dan ka Yuki milih nyari café terdekat.
Kita semua jalan agak berdesakan, karena lumayan banyak orang yang lalu lalang.
Sambil liat kiri kanan, antara bengong dan happy karena toko-tokonya menjual
souvenir dan baju-baju khas Tibet. Dan selangkah kedepan aku baru sadar ada dua
mata memerhati dari kejauhan. Ada semacam perasaan takjub, semacam WOW momen,
yaaa ini kejutan ! That is The Great Boudha Stupa !
|
The Great Boudha Stupa |
Karena
udah jalan seharian dan mengunjungi banyak tempat, baterai kamera sudah
menyerah dan baterai hape sudah megap-megap, ternyata membuat penyesalan yang
sangat dalam. Ga ada foto yang tersimpan dikamera, yang ada di hape pun
lagi-lagi random pictures thok isine. Sebel sampe sekarang kenapa ga banyak
foto disini (saat gempa 25 April 2015, tempat ini juga kena dampkanya,
Swayambhu Stupa roboh menyisakan dua matanya saja). Yup, tempat inilah menjadi
tempat paporiiiiit selama di Kathamndu. Rasanya adem dan bedaaa aja suasananya.
Bunda menjelaskan, ritual para Buddhist mengelilingi stupa ini searah jarum jam.
Kalau muslim di Mekkah, mengelilingi Ka’bah melawan arah jarum jam. Macam
serupa, menarik ! Yaaaaaa, setiap agama punya ritualnya masing-masing. Boudha
Stupa ini termasuk yang terbesar dan paling signifikan di Dunia. Terdiri dari 9
bagian yang memiliki artinya masing-masing (coba google sendiri, you will adore
it too). Dan entah mengapa, semakin kagum pada agama lain, kecintaanku kepada
agama sendiri semakin bertambah. That’s why, aku jatuh cinta pada tempat ini.
Aku akan kembali kesiniiiii lagi…….
|
Khas Tibet |
|
Lonceng |
|
Naik, naik, naik |
|
Ngefoto aya teteh na |
|
Berdoa |
|
Behind The Scene |
|
Duduk santai |
|
Asap Dupa |
Saking
belum puas-nya di tempat ini, Bhikram semakin gelisah. Yaaa, kami sudah
melebihi waktu yang disepakti bersama. Belum lagi belanjanya. Dan benar, sopir
van kami ngambek. AAaaaaargh…. Perpisahan dengan Boudhanath yang terburu-buru….
Senjapun semakin terasa mengusir untuk pergi dari sini…. Hiks, bye….. Kami
kembali melewati lorong gelap tadi dan turun dua lantai kebawah menuju
parkiran. Huuuu kangen beratttttt (now) !
|
Kegelisahan Bhikram |
|
Bye-bye si pipi merah |
|
Walking along |
Sopir
yang ngambek, tetep nganter kami sampe depan Hotel Dream Nepal. Dengan
menggeret-geret koper karena kelelahan seharian jalan, kita ngumpul di lobby
nunggu kuci kamar. Tapiii, karena ada miskomunikasi, kami semua dipindahkan ke
hotel didepannya. Fuji Hotel. Serombongan duduk-duduk lagi dilobby hotel yang
berbeda, anteng. Bukan karena cape, tapi nemu wifi makanya senyap. Ketika deal
nginep disini, balik lagi kebelakang ambil koper-koper yang tergolek kesepian.
Yaaa, kejutan lagi….. kamar hotelnya baguuuuuus. Fasilitas OKE. Inilah namanya
REJEKI. Udah senennng…. Pas ke kamar mandi, yaaah wc modern tanpa air. Siapin
Tisuuuu ! Eiiits sebelumnya kita udah janjian siapa yang mau dinner ketemuan di
restonya hotel, dan outdour gitu pake lilin remang-remang. Ternyata yang
dinner, angkatan mudanya doing dan bunda asma. Kita milih menu dan order ini
itu, yang kemudian banyak banget porsinya. Tentu saja, aneh dilidah melayu ini.
Dalam sekejap, kentang sambalado bunda Asma menjadi primadona dan abis dibagi 7
orang. Hahahaaa…. Such a nice dinner…. Kita ngobrol banyak banget sampai lupa….
(disini juga bunda asma nyuruh kita milih foto-foto dari kamera beliau buat
diemail masing2, aku skip, dan sekarang nyesel). Saking asiknya makan dan
chit-chat, pelayannya sampai ngantuk mengisyaratkan resto nya sudah tutup.
Aaaaa…. Kita tau diri dong, langsung bayar, dan go ke kamar masing-masing. Eh,
karena ini juga pesenan mangkok kosong (buat nyeduh mie) ka Tati kelupaan…. Sorry
bumilll….. pelayannya udah ilang soalnya.
|
The only one pic of Fuji Hotel |
Next……
Tiduuur…. Tentunya….. sayang sekali Hotel enak begini tapi cuma benar-benar buat
numpang makan, mandi, tidur, ga lebih 12 jam.
Lelah
yang menyenangkan hari ini. Dari matahari terbit sampai tenggelam ditempat
benar-benar menakjubkan dan menjadi kenangan yang istimewa. Seperti mengaamiini
quote “Travel is only thing you buy, that makes you richer”. I am so blessed today. What a day !
Hmmm….
Sebelum berakhir, ada haru sebenarnya kalau mengingat semua ini… Apakah
orang-orang yang berjumpa, bercakap, bertukar senyum disana masih ada ?
Selamatkah mereka dari gempa besar itu ? Semoga mereka, kita dan semua selalu
diberi keselamatan…. Karena kata Sujiwo Tedjo, “susah kalau sudah hutang
rasa”….. Dhanyabad Nepal :*