Awal tahun aku kehilangan kamar kesayanganku. Rumah
yang menaungi belasan tahun, kami harus rela kembalikan. Beralih ke rumah baru,
ah, rumah lama yang disewa tepatnya. 3 kamar seharusnya cukup menampung
segalanya. Jauh panggang dari api. Hanya ruang kecil, lembab, juga gelap.
Persis kamar kos'an di Malang. Aku pikir setelah jadi sarjana, pulang kampung,
akan membuatku lebih segar, lebih muda. Ternyata Tuhan punya kejutan lain.
Khayalanku kembali ke rumah, berehat pada kenyamanan kamar, yang tiba-tiba harus
aku terima nikmatnya itu telah diambil. Apadaya, bibir harus berucap syukur.
Penuhlah 3 kamar minimalis tadi dengan barang-barang yang menggunung. 1 kamar
buat kakak dan suaminya, 1 kamar buat abah dan mama, dan 1 kamar yang dijadikan
gudang. See ? Aku tidak mendapat bagian.
Dari titik ini, aku merasa kehilangan segalanya. Bukan
hanya sekedar hilang sesuatu yang disebut "rumah" maupun
"kamar", juga mimpi-mimpiku, arah tujuanku, dan tentu diriku sendiri,
aku rugi besar. Sebagai manusia pecandu privasi, "rumah" apalagi
"kamar" adalah satu-satunya tempat aku pulang, tempat ternyaman
bersandar pada Tuhan dan kembali menjadi diriku sendiri. Rumah bagiku pembatas
antara ruang publik dengan ruang pribadi. Dan kamar merupakan pertahanan
terakhirku, dimana segala rahasia menjadi milikku seorang. Aku hanya bisa
berdamai dengan waktu. Yang aku miliki sudah tercecer kemana-mana. Ketika malam
tiba, ruang tamu lah yang sedia menampung tidurku. Langit-langit yang pendek,
seperti mempersempit harapanku sehingga membuatku enggan bangun pagi. Berbagi
kamar dengan orang tua bukan masalah, tapi ku yakini sebagaimana aku merindui
privasiku, merekapun berhak akan privasinya. Oh, Tuhan, yang menyedihkan bukan
tidur tanpa kamar, tapi diriku yang kehilangan ruang pribadi.
Deep
sighs. Aku kacau berat. Emosiku tidak stabil. Dan aku terpaksa menangis
diam-diam karena tidak ada lagi ruang untuk menangis sepuasnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kamar ini. Aku benar-benar menjadi posesif pada urusan
kamar ini. Bukan jengah pada tamu, tapi hanya cemburu akan kehadiran orang lain
dikamar ini. Seolah-olah orang lain datang mencuri dengar rahasiaku, mencampuri
mimpiku, melihat airmataku. Yang pasti dari langkah pertama masuk kamar ini,
orang itu telah mengambil alih ruang pribadiku. Menginjak pertahananku.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I need privacy so bad dear. Apa berlebihan aku meminta
untuk sedikitnya menghormati kamarku dengan tidak menidurinya ? Please, kamarku
bukan pelacur malam. Ini bukan sekedar tentang kamar, ini benteng terakhirku.
Kehormatanku. Tempat segala mimpiku tumbuh subur. Sungguhan aku meminta dengan
sopan, ijinkan aku (sangat) egois kali ini mencintai kamarku.