|
Fresh Milk Man, Patan Durbar Square |
Senyenyak
tidur putri Keraton. Cek whatsapp Grup, udah pada ngumpul di rooftop buat
sarapan. Selamat pagi Kathmandu… Udara sejuk, matahari hangat dan secangkir teh
masala. Pilihan breakfast macam nasi kuning atau lontong berganti roti gandum
dan kentang goreng. And magically nasi goreng take away tadi malam menemukan
fungsinya pagi ini. Yaaa, takdirnya memang untuk dimakan. Meski dingin, irisan
daun seledri rasa bawang yang menyengat dengan selamat disisihkan. Best
breakfast ever. Entah, segala yang pertama disini menjadi yang terenak.
|
Nasi Goreng @rooftop of Pariwar B&B |
Lanjut
masuk kamar lagi, ambil barang, ngumpul di lobby dan menunggu jemputan. Hari
ini jadwalnya ke Patan Durbar Square dan langsung menuju Nagarkot. Perjalanan
ini didampingi Bhikram sebagai tour guidenya.
|
Bhikram pake baju coklat |
Sepanjang
jalan menuju Patan, Kathmandu terlihat manis dengan debu jalanan, tembok-tembok
bata merah, gumpalan tali listrik yang sambung menyambung. Wangi tanah kering
bertemu angin musim semi. Wajah-wajah yang lalu lalang beragam rupa.
Benar-benar berwarna. Hidung mancung pun hidung pesek. Si putih, si kuning
sampai si legam. Perempuannya dibalut sari dengan selendang setia menggantung
dileher. Memang terik waktu itu, tapi suhunya tak sampai 25° C. Datanglah
serombongan wanita-wanita bertutup kepala, Jilbab Traveler turun dari van. Yang
saat itu memang cuma kita yang jilbaban. Semacam feeling berbeda memang.
Ada
tiga anak kecil ini yang ngedeketin, somehow juga curiga, mungkin scam
atau menawarkan dagangan atau minta rupee atau... Ternyataaa tidak, yang cewek bilang
dia juga muslim, namanya Aisya… Dia nanya-nanya kenapa pake jilbab dll… Karena
keterbatasan English, percakapan itu lebih banyah haha hihi nya khas anak
kecil.
|
That's smile |
Patan
diketahui sebagai salah satu kota Buddha tertua. Pusat dari kedua agama Hindu
dan Buddha dengan 136 bahals atau halaman dan 55 candi utama yang ada di Durbar
Square (Wikipedia). Patan Durbar Square terletak di pusat kota Lalitpur di
Nepal. Ini adalah salah satu dari tiga Kuadrat Durbar di Lembah Kathmandu, yang
semuanya termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Salah satu daya tariknya
adalah istana kerajaan kuno dimana Malla Kings of Lalitpur tinggal.
|
Depan Patan Durbar Square |
Semakin
berjalan ke arah Golden Temple, semakin banyak aamaa aamaa yang nawarin
dagangannya. Dimana-mana pedagang seperti mereka ini paling gegeh paling kekeh
ngikutin sampai depan pintu masuk Temple dan kembali. Ga tega sih, tapi aamaa
harus tahu, yang pergi ini pun tak punya banyak rupee untuk gelang-gelang batu
yang hampir sama dengan yang dijual di Martapura.
|
A hand full of necklaces |
Sambutan
asap dupa mengisyaratkan untuk tenang dalam berkunjung. Ada yang sembahyang,
ada yang berdoa dan ada yang berkeliling memutar silinder doanya. Aku hanya
musafir, pengunjung, yang menatap pada tiga lantai pagoda emas Lokeśvara.
Dibangun pada abad kedua belas oleh Raja Bhaskar Varman. Di dalam lantai atas
pagoda ada patung emas dan roda doa besar. Just Amazing… Kebayang pada abad itu
pengorbanan apa yang sudah terjadi dalam proses pembangunannya. Apa dan
bagaimana emas-emas itu didapat dan ditempa menjadi sedemikian indah dan rapi.
Dan inilah pertama kali aku menyadari eksistensi silinder/roda doa. Menurut
Wikipedia secara tradisional, tertulis mantra Om Mani Padme Hum dalam bahasa Sansekerta di luar rodanya. Juga
kadang-kadang bergambarkan Dakini, pelindung dan juga sangat sering berupa 8 simbol
keberuntungan Ashtamangala.
|
Golden Temple |
|
Center of Temple |
|
Memutar roda doa |
|
Roda doa |
Sudah
hampir jam 12 siang. Beneran terik. Kemana suhu sejuk musim semi yang tadi
menyapa ramah ? Mulai gerah. Jalanan batu bata merah dengan debu yang sudah
tidak sungkan menyusup masuk diantara bulu hidung. Exhausted. Rombongan mulai
gontai. Untungnya jalan bareng, ada teman ngobrol, diskusi, dan motoin.
Sampailah didepan Patan Museum “The Museum Behind The Golden Door”. Yang baru
disadari ga ada moto pintunya. Kurang ion emang udah. Antara pengen masuk atau
ngga, dengan alasan harga tiketnya 400 rupee atau $5. Hmmm…. Emang rejeki anak
solehah, tiket dibeliin ka Tati. And go go go..... sebagian masuk sebagian duduk aja.
|
Patan Durbar Square, sebelah kiri Patan Museum |
|
Golden Door (Doornya lupa moto) |
|
Ka Yuki (Blue), Ka Ari (Red Jeans), Ka Siska |
|
Tickets |
|
Idat memproses informasi dari Mr. Bhikram |
Di
dalam Museum yang terdiri dari tiga lantai, mencangkup koleksi berharga dan
sejarah panjang tentang Nepal. Kamera not allowed di museum ini. Pada lantai
kedua, galeri tentang Hindu. Patung-patung Dewa Shiva, dan istrinya Parvati,
juga patung Dewa Ganesha, Dewa Vishnu. Bhikram sebagai tour guide menjelaskan
secara detail dan terus menjelaskan setiap artefak yang ada di sana. Ya karena
masih roaming dengan English aksen Nepal, informasi berharga itu tak tertangkap
ditelinga. Ditemani Idat yang sama-sama ga ngerti jadinya hehah hehoh bedua
kalo diajak ngobrol ama Bhikram. Disepanjang lorongnya ada banyak jendela yang terbuka
yang juga bisa dipakai untuk duduk-duduk. Jendela yang menghadap keluar
menampilkan keindahan Patan Durbar Square dari lantai 2. Yang mengarah ke dalam
menyajikan pucuk Keshav Narayan Temple.
|
Lorong (Foto curi-curi) |
|
Teras |
|
Pucuk Keshav Narayan Temple |
|
Jendela dan Dunia |
Terus
naik ke lantai tiga, yang berisikan tentang Buddhism. Sebagai umat Buddha,
berkali-kali Bhikram menyebutkan bahwa Siddharta Gautama adalah manusia, sama seperti kita. Mempunyai mata,
telinga, sama persis. Manusia yang mencapai pencerahan sempurna. Buddha
itu sendiri berartikan orang yang sadar, tercerahkan atau mencapai Dharmanya. Wish
my English was better. Sampai dipenghujung lorong ada tangga naik ke loteng
atas tempat lonceng besar dan view yang lebih tinggi. Naiknya tangga curam yang
rada mengkhawitrkan untuk bunda Asih dan ka Tati. Btw, ka Tati hamil 6 bulan
waktu itu. Dan tepuk tangan….. kita semua nyampe diatas sini. Ternyata tempat
ini menjadi kenangan yang sangat berharga untuk melihat sekeliling Patan Durbar
Square. Tanggal 25 April 2015, akibat gempa besar, hampir semuanya harus
menyerah pada kekuatan alam.
|
Try to remember |
|
Kenangan Patan Durbar Square before earthquake |
|
Lonceng Besar |
Time
to have lunch. Karena rencana langsung ke Nagarkot, diputuskan untuk makan
didekat Patan Museum. Lagi-lagi lupa foto. Di café atau resto ini kita numpang
sholat diantara celah kosong dan wudhu di toilet yang super sempit. Order
makanan yang tak mengandung daging dan hal lainnya, kentang goreng, momo dan
minuman yang udah lupa namanya atau emang cuma minum air putih. Terlupakan.
Satu-satunya foto yang ada, cuma foto momo ini. Semacam pangsit yang isinya
hmmm tak cocok dilidah (for me).
|
Momo |
Recharged.
Perjalanan panjang dimulai……..
Karena
udah kenyang dan tunai kewajiban, saatnya menuju parkiran. Fortunately,
sesampai diparkiran kita beriringan dengan iring-iringan pengantin. Ya,
walaupun lumayan lama menunggunya, it just worth it. I let you to see this
random pic…..
|
Parking Area |
|
Iring-iringan Pengantin |
|
Sepanjang Jalan (Mungkin Tamu Undangan Pengantin) |
|
Lorong/Gang Antar Bangunan |
Hmmm….
Van ini alhamdulillahnya AC lancar… duduknya pun sesuai usia. Idat paling muda
duduk paling belakamg sama ka Ari jejer ama tas-tas koper. And me, mengamankan
posisi, rada ga sopan sih ama bu dosen ka Marlindia, duduk anteng nyender
dijendela. Yang ternyata posisi duduk ini memang tepat. Perjalanan ke Nagarakot
ga kalah bikin pening ama naik Malang - Jombang.
|
Idat dan View Pasar dipinggir jalan raya |
Before
it, kita mampir dulu ke bandara buat ngambil bagasi yang kemarin ketinggalan di
KL (kesalahan maskapai). Melihat Tribhuvan International Airport siang hari
emang beda dari yang tadi malam. Lumayan besar dari luar, dan beberapa bulan
kemudian di film Everest ada cuplikan bandara ini yang bikin nostalgic banget.
So NEPAL ! Liat Bhikram lari-lari dari jauh bawa troli isi 3 koper cantik yang
ternyata bikin bahagia. Sefotong ingatan senyum Bhikram saat disanjung-sanjung
bak hero become sweet memory now.
|
Welcome Gate |
Jarak
Kathmandu ke Nagarkot hanya 32 km. Tapi jalannya menanjak dan menanjak.
Nagarkot terletak 7.200 kaki diatas permukaan laut. Jalan melintasi perkotaan
kemudian memasuki pedesaan, semakin sepi, suasana semakin sama dengan Indonesia
zaman dulu. Sampai disuatu tanjakan ada polisi siaga, dan dia tampan mempesona.
Wajah kaukasia. Dan macam jackpot, dia tersenyum dibalik jendela van ini ! Kita
bersoooorak ! Serempak ! Congrats Jilbab Traveler ! Kita kompak…..
|
Bridge crossers |
|
Blur is better |
|
Bunga ditepi Jalan (?) |
|
Pertigaan |
Semakin
menanjak, hujan yang tadi rintik berubah ganas. Jalanan yang berkelok, kiri
tebing kanan jurang. Dihujan lebat, karena ga ada kresek, van berhenti. Ka Tati
yang sepertinya sudah menahan mualnya dari tadi, berbasah ria has been spewing her momos……
Bertahanlah !
Perjalanan
serasa sangat panjang… waktu menunjukan jam 18.00 kurang. Masih diiringi hujan,
dan itu dingin sekali, kita ke lobby Hotel View Point. Guesssss….. mati lampu.
Sempurna. Cahaya redup menuju senja masih berbaik hati to show pemandangan
indah dan bunga warna-warni yang basah.
|
Depan Kamar 217 |
Menuju
kamar yang menawarkan kasur dan kehangatan. Terlalu ekspektasi akibat mati
lampu. Realitanya karpet kamar lembab, begitu juga selimut dan kasurnya.
Freeze. Mau wudhu, air es yang keluar dari keran. Nyalain lilin putih pake
korek api kayu, aaaah feelingnya macam kembali ke era Hellen Keller. Kemudian
hujan sempat berhenti, kita dipanggil naik ke atas ngejar sunset. But kita
kehilangan sunset dibalik mendung. That’s okay. Mungkin disimpen untuk
kunjungan selanjutnya. Dan ya karena kedinginan, iklhas saat malam benar-benar
datang. Di ruang makan kita ngumpul, minum teh hangat duduk anteng main hape
karena nemu wifi. Sekalian nunggu dinner.
|
Abaikan (dibuang sayang) |
Karena nemu nasi and free…. semangat ambil oseng sayur yang so yummy yang ternyata pahitnya ngalahin kates. What a day !
|
Sayur ijo nya pahittttt |
Hari
ke-2 selesai. Ditutup dengan kedinginan dibawah selimut lembab. Good Night
Nagarkot !
1 komentar:
Nice 😃 Aku jd throwback ke masa hamil itu lagi haha
Posting Komentar