Sabtu, 28 April 2012

Saya Berbahasa Satu

Saya mengaku berbahasa satu, bahasa nurani

Siapapun anda, yang masih mempunyai nurani, tentu anda merasakan apa yang saya rasakan. Kita sama-sama terlahir di Negara ini. Satu kebangsaan dan harusnya menjadi bangga karena menjadi salah satu mulut yang kenyang dari ratusan juta mulut lainnya yang saat ini merengek minta makan.
 
Atas nikmat Tuhan dan rejekiNya, saya termasuk sangat beruntung karena bisa makan hari ini.  Tapi apakah dengan makan saya merasa bahagia ?. TIDAK !. Nasi yang saya makan ini hanya menjadi butir-butir air mata, yang berduka atas buruknya nasib sebangsa saya.
 
Mungkin tidak manusiawi jika saya mengatakan bahwa nasib mereka sangat buruk, orang miskin dan tidak berpendidikan. Tapi haruskah saya mengubah kata itu dengan kata “kurang mampu” ? Memperbaiki kata bukan solusi untuk membuat hidup mereka lebih baik. Sejauh ini mereka hanya diberi label masyarakat kurang mampu. Nyatanya mereka adalah separuh populasi rakyat Indonesia yang menghidupi dirinya dengan segala kemampuan, habis-habisan bekerja, tidak menyerah dengan mudah dan mereka adalah orang-orang yang sangat mampu untuk bertahan hidup. Tapi hasil yang mereka peroleh jauh dari cukup untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Apakah mereka “kurang mampu” ?
 
Dalam konteks pendapatan mereka sangat kurang mampu, tapi dalam segi kehidupan mereka “sangat mampu” berkutat dengan berbagai masalah hidup. Karena mereka di labeli “kurang mampu” mereka berpikir bahwa mereka jauh sangat rendah dari separuh rakyat Indonesia yang “mampu”. Sehingga mereka tidak punya ambisi untuk menjadi lebih. Tepatnya mereka “pasrah”. Contoh,
 
Seorang ibu, siang malam bekerja sebagai penjual jamu keliling. Laba yang dia peroleh hanya 5000 rupiah dari modalnya. Dengan kata lain, ibu ini hanya berpenghasilan 5000 rupiah sehari. Kemudian pemerintah menaikkan harga bahan-bahan pokok sepihak. Apa yang pendapat mereka ?
“Bu, pendapat ibu tentang kenaikan harga sembako gimana ?”
“ya, mau gimana ya mbak. Saya rakyat kecil ya pasrah saja. Ikut pemerintah saja. Mau harganya diturunin atau dinaikin yaa tetep saja jadi orang susah”
Ataupun cerita Ibu yang tidak bekerja, gaji suaminya tidak seberapa. Tentulah uang itu tidak cukup untuk menyekolahkan anaknya.
“kenapa anak ibu tidak sekolah?”
“ya, mau gimana ya mbak, biayanya mahal”
“kan sekarang biaya sekolah sudah gratis bu”
“tetap saja uang saya ndak cukup beli buku, seragamnya mbak”
“pendidikan buat anak penting loh bu”
“saya juga pengennya anak saya bisa sekolah sampai tinggi, biar hidupnya bisa lebih baik dari saya. Tapi saya sudah pontang-panting, ya hasilnya ndak cukup juga”
 
Potret diatas ……….
 
Adalah didikan Negara ini. Mereka dididik untuk menjadi orang-orang yang minder. Dan perlakuan yang telah mereka terima menjadikan mereka tak berani berteriak “Jancuk !” pada penguasa. Seperti anak ayam yang baru disuntik vaksin. Mereka seolah-olah hanya berkutat dengan uang dan uang. Seolah-olah mereka adalah mesin pencetak uang. Inilah bangsaku. Dengan rakyat yang terpaksa tunduk dan menahan lapar. Rakyat yang dipaksa membayar mahal untuk pendidikan dan kesehatan.
Padahal Negeri ini kurang apa ? SDA melimpah ruah berserakan. SDM memadai. Rakyatnya patuh. Dan penguasanya bertitle Profesor semua. Bubur !
 
Negara ini kurang penghargaan ! Kurang pengertian ! Dan terlalu mengenyampingkan urusan mendasar rakyat. MAKAN.
 
YA tentu saja, semua kesenjangan ini berawal dari yang senjang. PENGUASA. Terlalu mementingkan kekuasaan. Dan tentu saja mereka adalah orang-orang yang bisa makan.
Penguasa Jancuk !
 
Harusnya kamu duduk dengan orang-orang yang duduk dipinggir jalan. Duduk bersama orang yang duduk di alun-alun. Duduk bersama orang-orang yang duduk di warung kopi. Bukan duduk bersama orang-orang yang membutuhkan kursi untuk “duduk”.
 
Siapapun anda, tentulah mengerti perasaan saya. Saya rakyat biasa. Dan sebentar lagi sarjana. Uang saya mungkin akan habis setelah melepaskan toga dikepala saya. Lihatlah, bagaimana Negara ini mendidik saya, penuh luka. Dan bukan melukai fisik, tapi meneorehkan luka dalam pada batin saya. Saya tumbuh dengan luka yang menganga. Jadi didalam hati ini, cuma tersisa kata balas dendam.
 
Saya mengaku bebahasa satu, berbahasa kasar pada anda yang sudah terlalu kasar pada mulut-mulut yang mencari makan.


Hamil Beranak

Ngeseks, hamil dan beranak.

Kata yang biasa bagi yang sudah Nikah.
 
Bagi yang belum ? AIB ?
 
  Begitu mudahnya menghamili diri dan kemudian sekonyong-konyongnya tiba-tiba beranak. Begitu lancar sekali sistem reproduksi bagi mereka yang tidak mengharapkannya.
Inilah. Kepuasaan dan diburu nafsu. Yang urusan dibawah perut memang menjadi tujuan utama. Tanpa pikir panjang, buka pakaian dan mendesah. Sehabis itu ? Ga ada. Kepuasaan sesaat. Kebodohan atau kebebasan diri.
 
  Makna kebebasan pun bukan begini. Dimana lelaki atau wanita mempunyai hak keseluruhan atas tubuhnya. Bukan berarti bisa ngeseks sembarangan. Tanggung jawab anda mana ? Tentu saja dimata agama salah. Dan kalaupun anda tidak senang dengan aturan agama, anda jelas tidak menghormati tubuh anda. Dan sekali lagi tentu saja hamil beranak tanpa nikah sebelumnya adalah kekalahan telak. Mana harga diri anda yang anda agung-agungkan selama ini ?
 
Apakah saya terdengar menghujat anda ? JELAS !
 
Apakah saya terlalu kuno karena menganggap masalah anda ini serius ?
 
  YA. Saya ini wanita. Saya ini prihatin. Mau dibawa kemana kelak masa depan kita semua, jika hari ini saja anda bisa hamil tanpa rasa bersalah. Dimana norma itu ? Alat yang paling ampuh untuk membentengi diri agar tidak menjadi anjing liar yang butuh jilatan.
 
  NO ! Dengan beraninya anda muncul kedepan umum, dan berkata akan berjuang dan menghidupi diri anda dan bayi anda. Seolah-olah kata-kata anda adalah “quote of the day”. Apakah ini jalan keluar yang anda rencanakan ? Memberitahu semua orang bahwa anda baik-baik saja. Dan tentu saja meyakinkan orang lain bahwa semuanya termaafkan dengan menikah. Kehidupan anda pun akan berjalan seperti tidak ada kekotoran apapun.
 
  Sekarang masyarakat secara tidak langsung digiring untuk menerima kenyataan yang mewabah ini, “Ngeseks hamil beranak” (sebelum nikah) sebagai suatu yang biasa saja. Sebagai kejadian yang sudah rutin terjadi. Dan nyatanya benar, masyarakat sudah kehilangan tuannya. Hukum adat hanya tersisa dibangku SD saja. Tidak ada lagi hukum yang membuat jera pada yang lainnya.
 
  Seolah-olah kita ini terjebak dalam ketidaktahuan dan kepura-pura’an. Padahal dengan jelas dihadapan mata kita. Kita biarkan terlewatkan. Dan membiarkan hak para penzina untuk hidup. Oh iyaa, ngomong-ngomong tentang HAK, ini juga penyebab utama semua penyakit kronis hadir. Masyarakat terhipnotis dengan promosi “hak asasi manusia”. Menganggap dengan ini keadilan kesejahteraan bisa terlahir. Yaa. Hak asasi manusia memang penting, tapi ingat, harus ada batasnya. Dan masyarakat lupa, dimana ada hak berarti ada kewajiban. Dengan kata lain, jika masyarakat membiarkan hak hidup pezina, maka masyarakat harus melakukan kewajibannya untuk menekan, mengingatkan , bahkan membasmi agar tidak ada lagi pezina yang lainnya.
 
A simple rule isn’t ?

Jumat, 06 April 2012

Last Breath by Ahmed Bukhatir

from those around
i hear a cry

a hopeless sigh

i hear their footsteps leaving slow
and then i know my soul must fly

a chilly wind
begins to blow
within my soul,
from head to toe

and then last breath
escapes my lips

its time to leave
and i must go
so, it is true
but it's too late

they said : each soul
has given date,

when it must leave
its body's core

and meet with its
eternal fate

oh mark the words that i do say
Who knows ? tomorrow could be your day

at last it comes
to heaven or hell
decide which now
do not delay

come on my brothers
let's pray

decide which now
do not delay

oh GOD, oh God ! I can not see !
My eyes are blind !Am i still me ?!
or has my soul been led astray
and forced to pay a Priceless Fee ?!

Alas to Dust
we all return
some shall rejoice
which others burn

if only i knew
that before

the line grew short
and came my turn

and now, as beneath the sod
they lay me (with my record flawed)
They cry, not knowing, I cry worse
for they go home

I FACE MY GOD

oh marks the words
Who knows ? tomorrow could be your day

at last it comes
to heaven or hell
decide which now
do not delay

come on my brothers
let's pray

decide which now
do not delay


http://youtu.be/IIBs-xf01Zw