Sabtu, 13 Januari 2024

Yang Disampaikan Oleh Kata-kata

Hai, selamat datang tahun baru. Awal yang baru, yang dirancang sedemikian rupa dari akhir tahun lalu. Bertepatan dengan ulang tahun sohib aku yang semakin berumur semakin menggemaskan. Rasanya hanya ingin banyak-banyak mengapresiasi lewat kata-kata, sebagaimana jaman awal-awal 2000an. Dengan media kertas surat warna-warni, juga amplop yang lucu-lucu, bahkan perangko yang bernilai lumayan pada waktu itu. Semua kata-kata leluasa menari-nari membawa pesan yang menarik untuk dibaca berulang-ulang. Bertukar cerita sehari-hari sampai cerita fantasi diluar nalar semesta.

Sudah lama rupanya tidak bertukar kata-kata melalui tulisan. Dulu masih awal Facebook, kita buru-buru naik ke ruang komputer hanya untuk log in dan saling komen. Apapun dikomen, karena terbatas hanya pada postingan kata-kata. Tidak puas bertukar kisah panjang, malamnya lanjut sahut-sahutan dilapak Twitter. Kita bertumbuh bersama dengan teknologi yang kemudian sangat cepat berkembang. Dan beruntungnya sekarang, bisa diakses kapan saja dimana saja. Bahkan sudah dilengkapi dengan fitur berbagi gambar sampai tidak terbatasnya lagi kata-kata dalam satu kali post. 

Namun, kemudian kata-kata manis yang dulu mudah didapat, sekarang menjadi sukar dan langka. Apa karena sudah tak ada waktu atau sudah tak ada lagi kata yang tersisa ? Memang kita terpisah oleh jarak, satu persatu dari kita pergi tanpa kata-kata lagi. Padahal tiap dari kita selalu candu satu sama lainnya. Yaaa... Yang sudah berlalu, sebagai kenangan indah. Semoga kedepannya menjadi lebih indah lagi. 

Mari kita kumpulkan kata-kata yang disampaikan dari hati sebagai ungkapan kasih sayang dan terimakasih. Sayangnya banyak yang tidak terdokumentasikan dengan baik. Jejak digitalpun mungkin bisa terhapus, jadi baiknya rangkum pelan-pelan disini. Sesuatu yang disampaikan oleh kata-kata...

Oleh-Oleh Vika

Seingatku pada waktu itu, dalam pigura ini ada sepucuk surat. Namun ketika mengingat-ingat kembali, ingatannya benar-benar buram. Hanya tertulis, Rektorat UB September 2011. Masa dimana hal tersulit hanyalah deretan kanji dan sejarah panjang kesusastraan Jepang. Juga si Icha yang malah lupa pakai dresscode warna biru. Vika siapin ini untuk kita semua, dia baru pulkam ke Bali. Oleh-olehnya khas pantai, dengan foto ini. Padahal kita ada foto studio, tapi sampai hari ini tidak ada yang unggah disosmednya masng-masing 😝alay disko parah sih...


Hadiah Wisuda dari Yuna

Masa-masa jadi mahasiswa pun berlalu cepat sekali. Padahal kegiatannya padat sekali, senin sampai minggu kosan cuma jadi tempat tidur dan mandi. Sisanya kelayapan kesana-kemari. Teman main keliling Malang, tetangga kosan yang selalu ready gas, si Yuna anak Bekasi punya. Datang ke acara wisuda bawa hadiah berupa tabung, yang mana ternyata isinya gambar penuh harapan ini. Dan sampai saat ini, harapannya masih mejnjadi harapan, Wkwkwkwkkkk. Buat informasi, kita jalan-jalan selalu naik si Susi, motor hitam bermesin 2 tak. Tetapi, Susi sudah berpindah tuan, semoga Susi masih menjadi bebek yang bandel. Sayangnya, ketika Yuna wisuda, tidak ada hadiah balasan dari aku yang sudah balik ke pulau sebelah. Gomen ne....


Cuitan Indah

Teman hilang kabar bukan masalah jika sehari dua hari. Orang ini hilang tepat setahun. Hampir berbulan-bulan mencarinya dari jarak jauh. Parahnya lagi, dikoran ada penemuan mayat dengan ciri-ciri persis sama Indah. Dulu masih jaman BBM, jadi sudah bisa bertukar foto lewat hape. Panik kita cari-cari, dan ternyata masalahnya lebih pelik daripada apapun. Alhamdulillah sampai sekarang masih ada orangnya.  Mendapat mentionan begini menjadi pengingat kembali, mengapa kata-kata yang persuasif akan sangat berfungsi ketika bertukar cerita dalam posisi yang berjauhan oleh jarak.




Hari Bersama Sensei

Rejeki banget bisa tetap bisa menjalin komunikasi dengan dosen sekaligus penguji skripsi yang pada waktu itu kita takut-takut buat konsul. Suatu hari teman nanya "kok kamu bisa mimisan?" Lohh... Tau darimana...? Itu ada dipostingan Sensei katanya. Oh, ternyata debut di Facebook beliau. Hehehe. Perjalan studi S3 beliau panjang banget, kalau dilihat-lihat udah pegel duluan. Full kanji pula literaturnya (secara kuliah di Jepang yaaa). Dari sungai ke sungai, mencari ilung, kilas balik mengikuti alur cerita novel penelitian Sensei. Seru banget sih, kayak dapat kuliah terus menerus beberapa hari. Sebelum balik ke Jepang, Sensei kasih kata-kata bagusssss, tapi lupa petikannya gimana... Cuma berkesan banget. Itu hebatnya kata-kata, tak bisa diingat dengan tepat, tapi bisa dirasa dengan hebat.

Escape Bareng Icha

Masih muda, merasa punya banyak waktu dan dana. Padahal sekolah belum libur. Curi-curi hari untuk pergi diam-diam. Mampir Malang dan lanjut terbang ke Singapura cuma buat main dua hari. Gilanya lagi Icha mau nyamperin ke negara tetangga. Benar-benar sekejap yaa, tapi semua spot nyampe juga. Kalau Icha nulis postingan panjang berarti happy yaa. Surprised aja dapat mentionan review escape dadakan dari rutinitas kantoran. I love sama pilihan kata-katanya. Memang sama yang tidak ribet memang awet pertalian silaturahmi. Hehehee.



Reminder by Desty

Dipenghujung perjalanan, kami baru bertemu dan saling bertamu. Membahas ide-ide dan intens cek hasil karya tulis untuk dapat saling memahami rumusan masalah. Dimulai dari sinilah, tidak lagi asing bertukar kata-kata ilmiah, menyajikan kata-kata berdasar data, dan bolak-balik dengan sabar menunggu kata-kata baru lainnya. Kemudian waktu berlalu, dari kami belum pernah bertemu kembali satu sama lainnya. Ternyata rindu juga bisa lahir dari jeda panjang, bahkan sudah sempat wisuda sekali lagi. Thank you so much for reminding me of how lucky I am satu bimbingan satu perahu dalam kayuhan yang sama-sama serius pada waktu itu.


Sebuah Utas Sari

Alasan utama postingan blog ini adalah ketika mbak ini mau hapus utas yang malu-malu dipostingnya. Padahal kata-kata yang diukirnya lantang dan mudah disukai. Mengungkapkan rasa bukanlah kesalahan, apalagi dianggap sebagai tindakan kriminal yang harus disembunyikan. But I'm glad, she did it. Dari lintas pikirannya inilah, lahir gagasan surat cinta, sebuah surat yang ditulis ungkapan perasaan untuk menyatakan perasaan sayang dan cinta. Jadul, tapi ternyata yang lain juga excited buat menyampaikan kata-kata lewat guratan pena dengan menyelipkan perasaan dan perhatian didalamnya. Terbukti yaa, dalam sebuah utas yang dipostingnya sebagai balasan surat yang terkirim, bahwa kata-kata efektif sebagai media bertukar perasaan. Apapun diksinya, kata-kata bisa menghidupi rasa. Terimakasih atas kata-katanya.


Yaaa... cukup dulu yaaa... Semoga semakin banyak memberi kata-kata yang baik agar semesta kita penuh dengan kebaikan. Semoga menjadi awal yang baru untuk berkarya melalui kata-kata. Sayang semuanya, hati yang penuh kasih sayang tidak akan menyakiti siapa-siapa. Bismillah 2024 berjalan sebagaimana harapan kita. Postingan "Yang Disampaikan Oleh Kata-kata" adalah pembuka kembali untuk rajin menulis. 😁😁😁

See You Soon

P.

Selasa, 04 Juli 2023

Terjeda

Jeda panjang. Istirahat yang terlalu awet, hingga lupa kembali bergerak, berputar, berevolusi. Tertegun pada akhir tahun 2019. Tiga tahun kemudian berlalu, sekarang aku berbeda orang. Ini tulisan panjang yang pertama sejak terhenti pada tahun yang telah lalu. Terakhir, duniaku antara tiket pesawat murah, backpack, tiga pasang baju dan transportasi malam untuk menghemat ongkos menginap. Perpindahan kota ke kota, dari satu negara ke negara lainnya, dari orang asing ke orang asing lainnya. Pergi jauh dari rumah untuk beberapa minggu, pulang dengan selamat dan berbahagia. Dijemput dengan hangat oleh Mama dan Abah. Sungguh. Menyenangkan...

Tanpa mengetahui bahwa dunia semua orang akan terjeda bersama-sama.

Masing-masing dari kita kemudian terseok-seok, tertatih, dari hari ke hari hanya untuk bertahan untuk tetap sehat, tetap waras, dan tetap hidup.

Alhamdulillah kita selamat. Namun beberapa dari kita banyak kehilangan. Kehilang momen, waktu, dan gairah. Dan aku kehilangan M.A.M.A. Membuat rongga besar menganga yang disebut dengan kekosongan. Sejak saat sirine ambulan yang meraung, parkir di depan rumah. Innalillahi, sudah sampai waktunya.

22-02-2022 jam 05.10

Suara panggilan sholat shubuh berkumandang, aku mengambil wudhu dan bergegas menggelar sajadah. Sedikit tergesa ku angkat tangan untuk takbiratul ihram, rukuk, dan sujud. Tepat saat rakaat kedua pada subuh itu, suara helaan nafas panjang terdengar lega menghembus. Jantungku berhenti sesaat, antara ingin lari atau rukuk dan sujud. Aku memilih bertahan sampai salam. Senyap sekali lorong itu. Kasus covid sedang meningkat, membuat ruangan sekitar steril dan kosong. Ku ciumi kaki mama, meminta ampun, meminta maaf sebesar-besarnya. Belum mampu mencerna apa yang terjadi, berbalut mukena aku hanya bisa lari ke ruang jaga perawat. Benar adanya, tensi dan denyut nadi sudah tiada.

22-02-2022 jam 05.20 ruang Al-Hakim 2... Seseorang yang terlahir pada 22-10-1961 berpulang dengan sangat tenang. 

Pada babak ini, aku hanya sendirian, protokol kesehatan membatasi penjaga pasien. Tidak ada sesiapa, seorang diri menghadapi kenyataan, bahwa aku harus baik-baik saja. Banyak hal yang harus diurus. Pukul 06.20 dokter datang dan menyatakan secara resmi, pasien bernama Rose telah meninggal dunia. Selang oksigen dilepas, selimut dinaikan sampai menutup seluruhnya. Dokter dan perawat  keluar menutup pintu. Saat itu duniaku hancur. Hanya ada jenazah mama dan aku, berdua berdampingan. Scene yang biasanya aku lihat difilm India, akhirnya aku pun melakukannya. Ku jatuhkan punggungku ke dinding keras itu, menyandarkan kepala pada dipan rumah sakit. Aku tangisi kepergiannya. Belum sempat lepaskan emosi karena otakku dalam mode siaga, air mata kupaksa berhenti. Aku belum mengabari sesiapapun. 

06.30

Telepon orang rumah, telepon sanak famili mengabarkan kabar duka. Buka grup WA untuk meminta maaf atas nama almarhumah. Ternyata seberat itu untuk berkata. Terlebih pada abah yang belum menerima kabar itu sepenuhnya. Abah hanya mengulang kata tanya kenapa, kenapa, kenapa... Hanya bisa berucap untuk menyiapkan kedatangan kami.  Aku tata tenaga yang ada membereskan barang-barang.

Sekali lagi, karena protokol covid pada waktu itu. Yang datang sepupu seorang saja. Dia bolak-balik antar barang dan mencari mobil ambulan. Jenazah mama berbaring dengan tenang, menunggu dijemput. Sedangkan hatiku kacau sekali. Bagaimana mungkin kematian menggambarkan kontradiksi yang sangat memilukan. Yang meninggal dan yang tertinggal. Yang tenang dan yang kacau. Yang berbahagia dan yang berduka. Aku yakin sekali, mama berpulang dengan bahagia. Saturasinya yang selalu dibawah 60%, pada waktu terakhirnya terpantau 97%. Nafasnya pasti lega sekali.

07.20

Jenazah mama berpindah ke mobil ambulan. Tuhan punya cara menghibur. Cucunya suka sekali dengan Doraemon, dan mobil ambulan yang kami naiki full dengan stiker Doraemon. Rasa yang tadinya pahit, jadi manis seketika. Sereceh itu memang, tapi Dialah yang maha penghibur. Kok bisa, seatap-atapnya ada doraemon dimobil ambulan.

07.34

Lantunan doa-doa yang terbaik menyambut kedatangan kami. Pintu rumah juga berbeda kali ini. Daun pintu terbuka lebar sekali, tuan rumah pulang. Berbaring menghadap kiblat. Petugas rukun kematian dengan lembut melepas pakaian, menyiapkan mandi terakhir mama. Baru kemarin, senin itu, mama duduk-duduk seperti menunggu sesuatu. Matanya menatap dalam  pintu itu.

Jujur. Aku hanya ingin duduk, diam, dan berlama-lama dengan mama. Tapi prosesnya tidak sesederhana itu. Ada pelayat yang harus kita sambut, ada sanak famili yang berdatangan dan cerita yang perlu diulang-ulang. Oh, iya. Mama bukan sakit covid, tapi gejalanya sama, saturasi oksigen rendah.

Senin, 21-02-2022. Pagi hari yang cerah. Kakinya sudah seminggu yang lalu membengkak. Kata dokter puskesmas, tidak apa-apa, mungkin asam urat. Kemudian, pagi itu, tangannya membengkak membiru, bahkan jari-jarinya membulat. Mama biasa saja, terlihat engap tetapi tidak mengeluh apa-apa. Bahkan masih sempat mencuci pakaian. Untuk jaga-jaga, aku inisiatif membawa mama ke UGD Rumah Sakit. Dengan harapan rawat jalan seperti minggu lalu ke UGD Puskesmas. Kita berdua berangkat, mama jalan sendiri ke ruang UGD, karena aku harus cari parkiran. Wajahnya terlihat cemas, pikirku kecemasannya meningkat. Terlebih setelah berbaring diranjang UGD. Dokter bilang ini sudah parah. Jari-jarinya mulai menghitam. Sebelum periksa lebih jauh, mama di swab dulu sesuai protokol covid. Namun hasilnya positif. Serangan panik menyerangnya. Oksigen full, tapi saturasi hanya 75%. Dokter datang dan bilang penyebabnya adalah covid yang sudah ke paru-paru. Mama mulai goyah, responnya sudah ngelantur. Lambat laun mulai hilang kesadaran. Hasil ronsen menyatakan pembengkakan jantung. Paru-parunya bersih. Dokter kembali datang meminta maaf atas kesalahan hasil swab covid. Hasilnya tertukar dengan pasien UGD lain karena nama yang sama persis. Hasil swab mama padahal negatif. Pada momen itu, aku kebingungan, seorang diri mendampingi tanpa bisa bertukar pendapat pada sesiapapun. Sedangkan protokol penangan covid mungkin sudah dilakukan. Tensinya naik, saturasinya semakin anjlok. Harusnya ICU, tapi apa boleh buat ICU penuh oleh pasien covid. Qadarullah wa maa syaa-a fa ala.

10.00

Segalanya berjalan sangat sangat cepat. Kain kafan yang telah terhampar, penanda waktu berpisah segera datang. Ciuman terakhir dari abah, memecah tangis semua pelayat. Abah yang tadinya tegar, harus hancur sendirian. Harum cendana, adalah bau perpisahan. Selamat jalan, selamat tinggal kisah cinta abadi. Dua orang kekasih yang saling mencintai ini harus selesai sampai disini, ditanggal yang cantik ini.

Kain penutup paling atas adalah kerudung kuning lembut. Warna yang selalu mama mau beli kerudung warna kuning lembut. Mungkin kebetulan atau petanda. Kerudung yang ia mau itu tidak pernah terbeli. Namun entah mengapa, akhirnya kerudung dengan warna yang sama itu menjadi penutupnya.

11.30

Mama pergi. Dibawa dengan keranda, menuju masjid untuk disholatkan. Buru-buru aku kejar tapi tak sampai. Pintu itu tidak pernah lagi menunggunya pulang ke rumah. Sandalnya masih ada, hanya jejaknya saja yang bisa dikenang. 

12.30

Aku sudah mulai tenang. Setenang-tenangnya. Sudah. Sudah. Sudah ku cerna dengan baik. Aku hanya ingin berduka dengan tenang. Iringan mobil jenazah sudah tiba, liang lahat sudah siap. Sekali lagi, semua serba cepat. Seolah mama sendiri yang ingin cepat selesai. Dunia fana ini sudah ia tinggalkan, beralih pada kehidupan berikutnya. 

14.00

PEMAKAMAN SELESAI. 

Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia dan jadikanlah surga sebagai tempat peristirahatannya.

20.00

Yaaaaa.... pemakamannya selesai. Tamu-tamu sudah pamit. Rumah sudah kosong. Perabotan sudah tertata kembali, seperti semula. Rasanya kosong sekali. Lelah sekali. Sedih sekali. Juga lega sekali. Campur aduk.... Aneh juga terasa tidak nyata tapi nyata adanya. Abah masih tabah, tapi matanya kuyup. Kami tidak saling menghibur, tidak saling menguatkan, pun juga tidak saling menyalahkan. Kami hanya tenggelam, jauh dalam pikirannya masing-masing. Secara tiba-tiba yang selalu ada malah tiada. Mungkin ini fase limbung. Malam pertama tanpa belahan jiwa.

23.00

Selelah-lelahnya. Hati tidak mau istirahat. Tumpukan piring ku tata rapi. Karpet ku sapu. Lantai ku bersihkan. Kulkas dan lainnya ku pel berulang. Ingin mengakhiri hari dengan penerimaan.

01.00

Akhirnya aku pecah sendiri. Meratap. Meraung dalam hening malam. Tangis yang ku tahan-tahan, ku tumpahkan. Aku tidak baik-baik saja. Aku kacau. Tadi siang bukan aku, tapi Tuhan yang turun tangan. Aku tidak sekuat itu, tentu bukan aku. Aku babak belur, dalam sehari duniaku terjeda.

Perlu 1,5 tahun untuk aku berani menuliskan kisah ini. Kisah yang setiap hari lelahku datang, malamku tak pernah sama lagi. Kisah ini terus berputar dan berulang. Aku selalu mengingat segala detail kejadian hari itu. Aku sendirian. aku kehilangan, dan aku jatuh. Selama ini aku kelelahan untuk menuntaskan duka ini. Padahal ternyata proses berduka itu tidak pernah usai. Secara mental ini menguras energi, sangat-sangat melelahkan. Aku tidak baik-baik saja, aku baik-baik saja.

Aku tidak baik-baik saja, aku baik-baik saja. 

Aku tidak baik-baik saja, aku baik-baik saja. 

Aku tidak baik-baik saja, aku baik-baik saja. 

Jeda panjang ini akan aku selesaikan. Bismillah, aku mulai kembali.

😁



 


Senin, 30 September 2019

Delightful India Day 3 [1 April 2019]

Assalamualaikum.....

Selamat Pagi Jaipur

Heading to AGRA !


Sisi Timur Taj Mahal, motret sambil jalan


Selamat Pagi Jaipur ! Lanjut lagi dong kehectican setelah Hari ke 1 dan Hari ke 2 berlalu. Energi India betul-betul tarik ulur dipagi ini. Kelincahan dihari kemarin menyisakan penat yang mengusik. Dan kita harus packing lagi, angkut muatan lagi, geret-geret koper ke lobi bawah. Di hotel literally cuma buat tidur dan mandi, ngeteh masala, sereal jagung, sarapan roti canai plus yogurt sebagai bonus.

Jendela Hotel & Bis Jingga Bis Kita
Breakfast
Lucky-nya setiap pembagian kamar yang dilakukan tiap kita check in, nama mbak Ning-Nong my roomate selalu terlewat, nama kita berdua selalu tidak kebagian diawal. Kemudian juga selalu dikasih kamarnya TL (Tour Leader), yang mana lebih besar dan lebih bagus. Sepanjang perjalanan, kamar hotel di Jaipur inilah yang paling kasep mang. Wifi juga lancar, sempat nge-chicken dulu di Erangel (PUBG Mobile player can relate the feelingnya ya kan).

Agenda hari ini, kita menuju kota Agra. Ada ikon India di kota itu. Taj Mahal. Tentu super excited, ketemu dengan keajaiban dunia yang menyimpan sejarah panjang. Timeline nya pagi sekali sudah meluncur, tetapi entah bagaimana cerita, jam keberangkatannya ngaret lagi. Ya, aku embuh yah. Ketimbang gaje di lobi, kita berdua sama mbak Ning-Nong jalan-jalan depan hotel. Amazingly, ada onta dan gajah berlalu lalang. Hewan tersebut masih menjadi alat transportasi di sini. Terutama wisata naik gajah, menjadi andalan nilai jual wisata di Jaipur. Padahal, seperti yang kita ketahui, tubuh bagian atas gajah tidak kuat menopang beban, sehingga dapat mengakibatkan cedera pada punggung gajah.
Jalan depan Hotel
Tepat seberang Hotel ada onta nangkring

Jalanan sekecil dan selengang ini pun tidak lepas dari bunyi klakson sumbang. Bahkan buat nyeberang saja, harus mengumpulkan ratusan nyali. Kendaraan bisa tiba-tiba melaju kencang dari arah yang tidak diduga-duga. India rasa India memang. Letak hotel sebenarnya ditempat deretan pertokoan, pagi ini masih tidak terlalu banyak toko yang buka. Hanya kedai teh yang telah siap menyambut para pekerja mengawali harinya. Di ujung jalan, sederet pedagang kaki lima menjual buah-buah lokal segar. 


Good Morning
Santuy
Manis segar melekat sampai ke ubun-ubun
Beli 100 rupee dapat hampir setengah kilo lebih kalo ga salah, soalnya yang beli mbak Ning-Nong hehehe. Kita pun balik ke hotel lagi, pun masih belum selesai proses check out. Molornya sudah tidak lucu lagi. Dari Jaipur ke Agra hampir 4 jam perjalanan. Semakin siang berangkat semakin sore pula sampai di Agra. Thats mean, waktu eksplor Taj Mahal pun jadi sangat tidak memuaskan. Was-was juga ama kayak kemarin, nyampe Hawa Mahal yang sudah tenggelam oleh malam.

Jam setengah 10 pagi akhirnya kita semua meluncur, yang harusnya berangkat setengah 8 pagi paling lambat. Problemnya adalah ada satu paspor yang tidak terdata oleh pihak hotel, sehingga satu-persatu diabsen ulang. Padahal TL nya ada 5 orang, akan tetapi masalah seperti ini menjadi lambat ditangani. Biasanya apabila ngetrip rombongan besar, masalah paspor untuk check in hotel dikumpulkan sebelumnya, agar cepat dan tepat. Sudah dihitung dan dikelola. Dari awal sudah feeling insecure dengan pengelolaan tripnya, ya paling tidak dan setidak-tidaknya TL nya amanah, alhamdulillah. Pengen sih curhat panjang, tapi apa guna. Perjalanan bukan hanya tentang kenangan manis dan foto cantik, tetapi juga pengalaman pahit manis kesel bahagia, pelatihan kontrol emosi, n stay mental healthy. Untungnya lagi, pesertanya masih santuy dan belum ngegas. Walaupun sekali lagi, jiwa bar-barku terpicu parah. Tahan. Tahan. Tahan......

Good Bye Jaipur
Bis melaju kencang, jantungku pun berdebar. Jalan panjang yang bagaimana yang ada di depan sana. Waktu breakfast di Hotel, kak Ima sudah merancang gaya foto dan spot yang ciamik di Taj Mahal. Sama seperti kemarin, kak Ima sudah mematching busana menyesuaikan dengan tempat dan suasana. Dan berdoa, semoga tidak kesorean, semoga tidak kesorean. Aamiin.

Ditengah perjalanan, bis menepi. Entah ini tol atau jalan besar antar provinsi, jejeran toko kiri kanan menanti disinggahi. Mas TL orang India, membeli air kemesan untuk peserta. Ya, mereka baru membeli atau baru ingat menyiapkan air minum yang dijanjikan tiap hari jatah peserta satu botol besar, entah sajalah. Cukup memakan waktu (lagi). Peserta pun tergelitik untuk turut turun menyapa bebuahan dan sesayuran yang kesegarannya memang menggoda. Hampir 30 menit peristiwa ini terjadi... πŸ‘ŒπŸ‘ŒπŸ‘Œ Masih santuy dunk kitanya...


Jual Beli Kesegaran

Laris Manis

Abang POP ICE !

Masih saya pantau πŸ‘ΈπŸ‘ΈπŸ‘Έ

Bu Ani & Bu Ah Bu Ah An
Kemoloran waktu memang terlihat disepelekan. Aku nya setres berat dong. Buka gadget, buka google map, untungnya juga difasilitasi free wifi dan asupan buah-buahan yang dibeli bu Ani. Jalanannya seolah tidak bertepi. 4 jam sudah berlalu, titik biru digoogle map sudah di kawasan Agra. Tetapi bis berbelok ke jalan kecil, yang ajaibnya bisa dilewati bis dan berpapasan dengan truck jadul India. Matahari terik sekali, panasnya menembus jendela kaca. Bis berhenti sangat lama. Yang ternyata menunggu kereta api lewat. Pertanyaannya yang sampai sekarang belum terjawab, mengapa bis ini memilih jalan kecil dan sedikit memutar ke arah Taj Mahal ? Embuh.

Di India aku banyak belajar tentang banyak hal yang sejatinya hanya perlu di"embuh-embuhkan", biar lukanya juga cepat sembuh. Embuh dalam bahasa Indonesia adalah "entah/ gak tau deh", simpel dan ada kesan bodo amat didalamnya. Ketimbang nesu-nesu (angry), kunyah lagi anggur hijau yang memang manisnya nyelekit tapi seger. Dan perkotaan mulai nampak, lebih banyak hehijauan daripada di Jaipur. Waktu sudah menunjukan jam 15.00, siang mulai berganti sore. Kita semua belum makan, karena disepanjang perjalanan tidak tersedia rumah makan yang cocok dengan lidah nusantara.
Masuk Kawasan Agra

Kita mendarat di restoran Taste Of India. Fancy dan Classy. Menunya pun berbagai jenis. Sebanyak rombongan kita masuk, seketika, ruangannya menjadi penuh. Antrian kamar mandi mengular. Sebagian gerak cepat mesen menu, sebagian lagi ngikut saja menu yang banyak dipesen saking banyak pilihan menu. Pelayannya bolak-balik, satunya lagi menyiapkan sedikit space untuk sholat. Lumayan lama proses sajinya. Sudah jam 4 lewat, Taj Mahal tutup jika matahari tergelincir. Mbak TL nya santuy banget dah, bilangnya sempat aja. Iya sih sempat, tapi durasi eksplornya macam mana ??? Mancing ribut banget memang. Untung kenyang. Lagian mereka bisa bolak-balik ke India, lah aku ? Mesti jual ginjal dulu buat nyampe ke sini lagi. Tahan. Tahan. Tahan....

Resto Taste Of India
Buru-buru naik bis, selain ngejar waktu, para duafa menyerbu satu pasukan. Belum lagi yang jualan souvenir, maksa buat dibeli. Ya dimana-mana, sistem paksa bikin gerah. Tega ga tega memang, pintu bis ditutup rapat-rapat. Di Agra ketambahan satu guide lokal sini, untuk menemani keliling kawasan Taj Mahal. Panjang sekali bicaranya, karena in english, ga banyak nangkep informasinya. 

Gerbang Area Taj Mahal
Biaya paket tour sudah termasuk tiket masuk ke berbagai tempat wisata. Tinggal duduk manis nunggu pembagian tiket. Banyak wisatawan mulia membubarkan barisan, menuju pintu keluar. Kitanya dong, masih foto-foto tiket masuk. Ada peraturan ketat untuk masuk ke Taj Mahal, pintu masuk panjang sekali untuk antri screening (periksa bawaan dll.). Pintu masuk pria dan wanita pun dibedakan. Salah satu temen kita, ada yang ngevideo petugas yang lagi bertugas, tidak sengaja, karena mau dokumentasi memasuki gerbang masuk Taj Mahal. Petugas periksa ulang handphonenya dan menghapus video yang telah terekam. Terlihat sekali wajah lelah para petugas, polisi India seragam coklat ini setelah seharian menggeledah setiap orang yang masuk. Dari pos tersebut, kita dapat pelindung sepatu untuk masuk ke area bangunan Taj Mahal. Pelindung sepatunya semacam shower cap tipis gitu, gunanya untuk menjaga lantai marmer yang sudah renta.

Tiket Masuk Taj Mahal

Loket Tiket Taj Mahal
Setelah melewati pos pemeriksaan, kita disambut Chawk - I Jilau Khana (Forecourt) dan bangunan coklat ini merupakan Gatehouse menuju bangunan megah Taj Mahal. Untuk eksplor secara real online, silahkan akses Taj Mahal  peta 3D dan lebih asik menggunakan PC. Namanya trip rombongan foto grup menjadi kewajiban sebelum mencar. Batas waktu keliling disepakati, titik kumpul pun tepat didepan kami berfoto ini. Semua buru-buru, matahari sudah mengisyaratkan turun cahaya.

The Gatehouse

Foto Grup
Memasuki Gatehouse, sejenak gelap gulita. Dari pintu megah itu, Taj Mahal seolah dibingkai sempurna. Menyala, putih anggun, menonjolkan segala keindahannya. Seolah membawa kembali kenangan-kenangan yang menyenangkan, mata terfokus pada satu titik yang menarik yang membahagiakan. Perasaan yang aneh memang. Dibalik hiruk pikuk pengunjung arus balik, para tukang foto yang bersahutan menawarkan jasanya. Suara TL yang kemudian meminta ngumpul lagi buat foto grup dan desakan hati untuk segera eksekusi list to do at Taj Mahal. Apapun nanti, Aku bakalan balik ke Agra. Aamiin.

Kesempurnaan Cinta
Kak Ima yang sudah memiliki konsep foto yang bagus disini, kemudian menyerah. Waktu benar-benar terbatas. Manusia tidak punya kekuasaan apa-apa. Matahari tenggelam saja, manusia sudah kehilangan separuh hidupnya. Belum lagi pengunjung lainnya yang pasang gaya disana-sini, anak-anak kecil yang berlarian, dan kibaran sari-sari wanita India yang menjuntai warna-warni. Terlalu banyak hal yang harus diabadikan.

Udah sore Udah 
Mbak Ning-Nong
Kak Ima
Beauty Filternya lupa nonaktifin
Menurut tips-tips digoogle, waktu terbaik mengunjungi Taj Mahal adalah dipagi hari, tepat matahari terbit. Pengunjung belum banyak, dan tempat ini benar-benar bermandikan cahaya mentari. Udaranya pun lebih segar, dan suara burungnya lebih merdu. Apa boleh dikata, kita datang menjemput senja. Niatnya mau sholat juga di Mesjid samping Taj Mahal. Keburu tutup Mesjidnya. Aku penasaran sekali Mesjid ini, penulis Titus Burckhardt menulis "tidak ada simbol kesatuan Ilahi yang lebih sempurna daripada cahaya. Karena alasan inilah, seniman Muslim berusaha mengubah hal-hal yang ia ciptakan menjadi getaran cahaya". Jika Taj Mahal memutih, Mesjid ini merah bata, cantik sekali.

Tuh, mulai senja

Detik-detik sunset

Muka belum nemu pintu masuk Taj Mahal

Pintu Masuk Taj Mahal
Alhamdulillah meski sunset masih perlahan menyapa, kita masih diperbolehkan untuk masuk. Syaratnya tidak boleh memoto dan mengenakan sarung sepatu. Ruangan sudah mulai menggelap. Memasuki Mausoleum (makam), kita disambut ukiran kaligrafi surah Yasin mengelilingi ruangan. Ditengahnya ada beberapa penjaga yang membantu berdoa pun jangan lupa memberi hadiyah atau tips kecil. Para penjaga tersebut juga membantu menjelaskan tentang tugu/ tanda seperti nisan, yang kuburannya atau disebut The Rouza ada persis satu lantai  dibawah tanda tersebut. Berbaringlah disana jasad Mumtaz Mahal, istri tercinta dan tersayang Kaisar Shah Jahan.

Membaca sejarah Taj Mahal membuat hati tergugah sekaligus ada kengerian perebutan kekuasaan  oleh anak-anaknya dan berbagai macam teori "dark"nya. Perlu 22 tahun untuk menyelesaikan Taj Mahal ini. Namun sayangnya, sang Kaisar bahkan tidak sempat menikmati keindahannya, karena dipenjara oleh anaknya sendiri di Benteng Agra sepanjang sisa usianya. Sang Kaisar hanya bisa menatap dari kejauhan kemegahan Taj Mahal dari balik Benteng Agra. Kesel banget juga kita tidak berkunjung ke Benteng tersebut. Banyak keselnya memang, fix harus balik lagi.

Sarung Sepatu

Kehilangan Ekspresi Kehilangan Motivasi Foto
Kak Ima yang sudah tidak ada motivasi untuk berfoto lagi. Mbak Ning-Nong yang sudah kehabisan energi. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah selonjoran diatas marmer putih nan adem ini, bersama pengunjung lokal yang sedang nongkrong santai menghadap sungai yang mengering, dan tanah tandus diseberangnya. Penjaga pun mulai menyisir, waktu maghrib hampir tiba, pengunjung diminta untuk kembali ke area depan.

Sebelumnya kita salah muter nyari pintu masuk. Pakai acara lepas sepatu karena memang tidak tahu jalurnya. Ternyata kitanya ada dipintu keluar. Akhirnya, melewati sisi teras (Chameli Farsh) dua kali. Sejajarnya sisi timur, ada taman Paradise yang gelap gulita. Iya, Taj Mahal memang tidak diberi penerangan, entah kenapa. Hanya Gatehouse yang memiliki lampu, itu pun lampu sorot kearah bangunan Taj Mahal. Rombongan sudah berkumpul, tapi Mbak TL nya belum kelihatan sama sekali. Kitanya sudah jadi santapan nyamuk-nyamuk India yang kejam. Menunggu dan menunggu lagi. Mau foto-foto pun sudah tidak nampak. Sungguh berkesan sekali, menikmati Taj Mahal dalam keterjepitan waktu sampai gelap gulita. TTML "Tim Trip Mati Lampu", cuma kita yang mau jalan liatin Taj Mahal dalam kegelapan.

Maghrib telah tiba

Ga pake penerangan

Tim Mati Lampu

Menunggu rombongan

Tim Anti Nyamuk

Literally cuma sisa rombongan kita yang masih di area Taj Mahal di jam segini. Seolah menunggu kami pulang, para penjual souvenir menyerbu dari berbagai sisi. Dan memang untuk souvenir khas Taj Mahal hanya dijual di area Taj Mahal juga. Sulit menemukan di tempat wisata yang lain. Awalnya sudah niat belanja disini, tapi keburu gelap, belanjanya juga asal-asalan dengan harga yang ngawur juga. Entah kemahalan juga, biarlah. Sesampai di rumah, kualitas barangnya cukup bikin minder buat dikasih ke orang πŸ˜“πŸ˜“πŸ˜“.

Please, Please, Please...

Hari ketiga ini benar-benar hari yang panjang. Dari Agra kita langsung meluncur balik ke New Delhi lagi. Its about 4-5 hours perjalanan. Artinya, hari ini 10 jam buat perjalanannya saja. Kita pasrah, jalanan juga gelap sekali. Ga pake makan malam, hajar langsung sampai hotel di Delhi. Satu kali stop, buat pipis, dan toilet India memang penuh kejutan. Semerbaknya berbagai macam bau-bauan. Kalau beruntung, bersih dan airnya lancar.

Kejutan lainnya, dini hari kita touchdown Delhi. Lagi-lagi berlarut-larut bongkar muat koper dan pembagian kamar. Ketika sudah pegang kunci kamar, ehhhhh dududududuuuuu..... lift nya jauh dibelakang dan mesti naik tangga dulu. Tubuh yang hilang daya, komunikasipun sudah tak mampu. Kita semua sepakat, hotel ini menjadi penutup yang MANTUL ! Mantap Betul !!!

Tak punya banyak waktu, subuhnya kami berangkat ke bandara, we will go to KASHMIR !!!

Terima Kasih sudah membaca, dan tunggu perjalanan melelahkan berikutnya di sepetak surga yang jatuh ke bumi πŸ’–πŸ’–πŸ’–


Baca juga :

Sabtu, 13 Juli 2019

Delightful India Day 2 [31 Maret 2019]

Assalamualaikum.....

Selamat Pagi Delhi  


Pari Puni

Gas lagi, meski tidur tak sampai 3 jam. Pagi hari sudah disambut rentetan klakson nan merdu mendayu-dayu. Oh, aku beneran ada di India. Agenda hari ini pindah kota, langsung ke Jaipur. Sebelumnya masih menunggu dulu, kloter Malindo dan kloter Singapore airlines. Juga menunggu sarapan hotel ready, lobby kembali memadat oleh rombongan kami. Hari pertama, memang selalu menjadi hari yang menyenangkan.

Koridor Depan Hotel
Suasana Depan Hotel
Sambil menunggu sarapan, niatnya mau jalan-jalan kecil di depan hotel. Baru buka pintu keluar, serbuan debu bertubi-tubi menghantam mata. Seolah ada wota yang mengayunkan lightstick dengan semua energi. Debu India lebih tajam dan agak besar, sambutan yang cukup hangat di pagi hari. Jalanan masih lengang padahal, tetapi riuhnya klakson sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari India. Tak jadilah aku jalan lebih jauh, putar balik masuk hotel lagi. Sarapan sudah ready, ada roti lapis goreng, roti lapis biasa, sosis goreng dan semacam osengan pasta. Tersedia susu hangat dan teh masala. Air putih disediakan pada dispenser depan dining room, yang mana galonnya penyok, bonyok, lecet dan kotor. Kami minta galon yang baru yang lebih baik, tetapi yang datang galonnya sama persis dengan yang awal tadi, cuma airnya full segalon. No option, minum atau keselek. Penawar teh masala yang menyengat.

Roti Lapis Goreng 
Alhamdulillah, rombongan selanjutnya sudah mendarat di hotel, pasti capek setelah penerbangan panjang, mampir ke hotel cuma buat mandi dan sarapan, terus langsung naik bis ke Jaipur. Ditambah perlu waktu adaptasi untuk makanan India. Hehehe. Roti lapis goreng, diisi kentang tumbuk, dan dibalur telur, terus digoreng. Berbumbu khas India dan dibuat manual dengan tangan mas-mas bermata lentik. Perfect morning right ?

Full Cover
Tour Leader
Akhirnya, kami naik ke bus. Bayangin berapa waktu yang diperlukan untuk memuat seluruh koper besar rombongan ke bagasi bus ? Bayangin bus sebesar ini parkir di depan hotel yang jalanannya kecil begitu ? Yang jadi masalah adalah polusi suara klakson berkepanjangan, menanti bus kami bergerak. Siapa yang peduli ? Nobody. Terlanjur telat untuk memulai perjalanan jauh.

Sebelumnya kita dijanjikan lewat sungai Gangga dan melintasi India Gate buat foto-foto. Melalui kaca jendela bus selalu memantau kira-kira mana nih dua ikon terkenal India ini berada. Satu jam pun berlalu, tak nampak juga sungainya. Open google maps, lahhhh udah dijalur tol menuju Jaipur. Wkwkwkwkkkk... Kecele kon ! Its better diumumin kan kalau ga jadi lewat sana... πŸ‘ŒπŸ‘Ά

Isi Bensin (Sumpah kacanya debu banget, kzl)

Salah satu upaya anti nyebrang sembarangan

Jalanannya Luas Deh
Ya, sudahlah, ini baru hari pertama, mungkin juga kejar waktu mengingat Delhi Jaipur yang berjarak 280 km. Sumpah, jauhnya itu berasa sekali. Kalau kita di Indonesia terbiasa dengan pemandangan menghijau dan deretan rumah penduduk sepanjang perjalanan, di sini beda. Hamparan ladang gandum, lahan tandus, tambah menguning diterpa cahaya matahari yang panas. Dua jam kemudian pun sungguh terasa sangat membosankan. Gambarannya, kalau di peta game PUBG, persis Map Miramar πŸ˜† gersang, berpasir. (Ngebayangin ada enemy pakai AKM, di dor bertubi-tubi, gagal chicken)

Bete banget fotonya blur gini

Golden Triangle Distance

Bukit Batu

Sepanjang Jalan Kenangan

Kebayang kalau jadi trip sendirian, bagaimana membosankannya pemandangan ini. Untungnya trip ini rombongannya enak semua. Travelmate nya cocok, klop deh. Meski dari berbagai kalangan, usia dan asal muasal. Sesama pelancong dengan minat yang sama, berjodohlah kami bertemu di trip kali ini. Rasanya langsung nyaman aja gitu jalan bareng. Coz of that, I believe jodoh pasti bertemu πŸ’• [[offside]]

Resto Rest Area

Welcome Madam !

Kece di padang kering


Waktu sudah sampai Dzuhur, kita melipir dulu ke rest area, sekalian isi perut. Sepintas, kok feelingnya kayak mampir di Pandaan yah (Antara Malang-Surabaya, Jawa Timur). Setelah dalam bus full ac, pintu dibuka itu hawanya kayak ricecooker lagi ngebul. Puwanas powlll gan ! Serombongan kembali memadati resto, waitress nya mas-mas bermata tajam melayani sambil leng geleng. Acha-acha he, sambil nulis disecarik kertas. Menu yang paling familiar ya nasi goreng, cara aman untuk tetap bisa makan. Menghemat waktu, sembari menunggu orderan datang, kita gantian sholat dilantai atas yang sepertinya jarang digunakan. Lantai berdebu parah, dan hawanya kering. Hal-hal yang kayak gini nih, ibadah ditempat random yang bikin rasanya bersyukur sekali masih diberi kesempatan buat tetap jalanin kewajiban secara aman dan nyaman.

Order Menu

Ayam Bakar cocolan Ajaib

Parata, Oseng Kentang, & Salad Sayur

Lemon Ice Tea
Bu Ani order salad sayur, yang bayangannya selada air dan campuran sayuran segar lainnya. But, kenyataannya yang terhidang adalah potongan timun, irisan bawang merah besar, tomat, cabe hijau yang ditutup dengan topping jeruk nipis. Orderan bu Duma, ayam bakar dengan cocolan hijau, yang kalau diicip rasanya agak kecut kecut sepat macam (maaf) ketiak πŸ˜‚. Maklum masih adaptasi lidah gan. Kalau orderanku, selalu share sama mbak Ningnong, nasi goreng, enak ga enak kita enjoy aja lah. Di support bu Tuti kasih nasi putih India orderan beliau dan kentang kering teri. Sedap lah. Yang alhamdulillah-nya, jalan sama mama-mama adalah, mama-mama bawa lauk dari Indonesia. Bu Emy bawa rendang setoples gan ! Dan itu enak banget, terlebih disantap tengah hari dengan campuran nasi India yang rada besar. Empuk ! Btw ditutup dengan minum es teh lemon, segar gan ! Mengembalikan mood kembali fitri 😍


Parkiran Amber Fort
Jam 4 sore kita baru nyampe Amber Fort, sudah termasuk daerah Jaipur. Kalau penggemar Jodha Akbar nih, pasti kenal Istana ini sebagai salah satu latar settingnya. Ada berbagai option buat sampai ke Benteng Amber yang dibangun diatas bukit Amer ini. Jalan kaki dari parkiran, naik kuda, sewa tuktuk, atau mobil jeep.

Full Team at Parkiran


Seger gan !

Jeep Ziggy Zagga
Seger banget mah yang ini πŸ˜†

Bayar Karcis Masuk dulu gan

Belok Kanan dikit lagi Nyampe

Benteng Amber

Namanya juga tempat wisata kan yaa...

Orang cantik didepan Istana cantik

Sebelum memencar πŸ‘«
Puncaknya tinggi, dikalau jalan kaki lumayan gempor. Naik Jeep langsung dari parkiran, setiap jeep berkapasitas 5 orang turis. Untuk biaya nya sudah ditanggung oleh Tour Leader. Akan tetapi untuk ke area yang lebih atas, dikenakan biaya tambahan sekitar 500 rupee per orang. Buat penampakan nya bisa dibaca di Amber Fort , karena aku tidak masuk ke sana. Hemat gan, πŸ˜“πŸ˜‚


Bu Ani dan Akang-akang yang nempel

Mbak Ningnong enjoying enjoying sore di benteng Amber

Sisi Utara ? Selatan ? Apa Barat ? Timur kayaknya
Parkiran Jeep

Tempat wisata di India selalu penuh, juga sebagian masih berfungsi sebagai tempat ibadah. Tentu pedagang kaki lima, tukang potret, guide lokal, tak pernah lelah menawarkan dagangannya. Bedanya dengan di tempat lainnya, di India ini, mereka literally engga lelah untuk ditolak berpuluh kali. Metode nempel kayak nyamuk, nguing-nguing enggan pergi. Awalnya sedikit annoying, tapi lama-kelamaan, diusir pun tak bisa. Bentakan "go away !" pun tak digubris.

Hari semakin sore, masih ada City Palace, Jal Mahal, Hawa Mahal yang perlu dikunjungi. Jaipur memiliki gelar kota Pink, dengan trademark nya Hawa Mahal yang berdiri anggun ditengah kota. Namun sangat di sayang, perjalanan ini memang habis diwaktu perpindahan antar kota, saling menunggu, sehingga tidak efektif dan efisien dengan peserta yang sebanyak ini untuk benar-benar enjoy disatu tempat wisata.


City Palace, di skip πŸ’₯

Jal Mahal, di skipπŸ’’ 


Pun sampai ke Hawa Mahal matahari sudah redup. Yang kita temui bukan kota pink. Hanya bangunan Hawa Mahal yang bermandikan cahaya lampu sorot jingga. Ah, ekspektasinya bermanja manja pink berbalut saree India. Realitinya, lari-lari naik kafe ruko gitu supaya dapat angle penampakan Hawa Mahal yang legendaris itu. Dan kalau boleh jujur, suasananya ga nyaman, berbeda dengan suasana Kathmandu, Nepal, negera tetangganya. Yah, Nepal adem, India panas, sehingga manusianya pun berbeda karakter. I can't really enjoy this trip, padahal masuk musim semi, kebayang kan musim panasnya gimana. Cuaca memang mempengaruhi perasaan. And, klaksonnya parah. Hawa Mahal berdiri, persis ditengah hiruk pikuk kota, pinggir jalan. Udah gitu aja ternyata bangunannya. Berkawan, debu jalanan dan lalu lalang orang-orang, mau nyebrang saja perlu ngotot dulu. Senyuman ramah cukup mahal disini. Alhamdulillah sekali lagi, aku ga jadi trip sendirian. Horor gitu.

Bu Tuti Touch Down Hawa Mahal

ini ya mau nyebrang susah sekali

Hawa Mahal

Yang dinikmati dari naik ruko ini

Cafe yang duduk duduk cakep

Pening lah pala emak ni

Belanja aja deh

Haus, jajan es krim aaaaja. Berkemasan soalnya.

Seberangnya Hawa Mahal

Pojokan Hawa Mahal
Sudah bete dong ya, perut lapar lagi pula. Niat belanja juga engga ada, barangnya serupa dengan barang-barang Thailand, bahkan di Martapura pun kayaknya juga ada. Suasana kotanya beneran ga nyaman. Somehow, feeling masuk dimensi lain dari dunia nyata. Ini alam mana ? Aku, bu Ani, mbak Ningnong makan eskrim dong malem-malem, dipinggir jalan, persis depan Hawa Mahal. Anjing jalanan kurapan lalu lalang, malah satu ikut nimbrung duduk disamping. Salah kita juga sih duduk duduk ngemper. Menunggu rombongan lain selesai belanja. Sudah hampir jam setengah 9, sesuai waktu kesepakatan balik ke bus. Dalilaaaah, parkiran bus nya di ujung dunia. Kita jalan dulu sambil nyeret-nyeret kaki, entah itu capeknya luar biasa. Jalanannya sepi, masuk jalan kecil, lorong gelap, mambu apek sesekali.

Menu makan malam direncanakan KFC, tetapi karena kemaleman, rumah makan sudah pada tutup. jadilah kita pergi ke salah satu rumah makan yang memang terkenal, dan masih ramai. Menunya macam2 bakaran, kare, dan lain sebagainya, sayangnya lupa moto menu dan restonya, karena memang lagi rame sekali pengunjungnya. Bayangin lagi deh, dijejali rombongan kami. Crowded.

Nyari Makan gaes

Chicken Butter

Kita milih menu chicken butter, aku pikir semacam ayam saos mentega, yang datang kayak rendang ayam dong sis πŸ˜‚. Satu porsi ini hampir 150.000 rupiah, tetapi bisa dimakan buat 6 orang. Biayanya kita sharing, lumayan menghemat kan kalau jalan bareng gini ✌.

Perut kenyang, mata udah melepuh, kaki bengkok, punggung keok, lanjut check in Hotel, ngumpul paspor, menunggu bongkar muatan koper yang banyak itu, antri kunci kamar, itu kemudian menjadi ritual harian sebelum tidur.

Oh Jaipur. Aku mungkin mengenali lebih dekat sekali lagi, tapi untuk saat ini, kamu masih belum prioritasku. I'm sorry. Selamat Malam Jaipur. Selamat Tidur.πŸ’‹

Thank you, sudah baca, nantikan cerita hari ketiga yaa gengs ! I love you πŸ’“πŸ’“πŸ’“


Baca Juga :

Pengantar : INDIA

Delightful India DAY 1